A.
SITUASI DAN KONDISI SEBELUM KEDATANGAN ISLAM
Sebelum kedatangan Islam pada abad XV dan XVI di wilayah Nusantara
terjadi perubahan sosial yang luar biasa. Perubahan sosial itu terjadi
disebabkan oleh persebaran agama Islam beserta sistem politiknya yang ditandai
dengan adanya perubahan keyakinan keagamaan dari masa kejayaan Hindu-Budha ke
masa perkembangan agama Islam. Pada saat bersamaan bermunculan
kerajaan-kerajaan Islam menggantikan posisi kerajaan Hindu-Budha.
Perubahan-perubahan tersebut dilatarbelakangi berbagai faktor diantaranya letak
geografis, keyakinan masyarakat, perekonomian, pemerintahan dan kesenian dan
sastra. Gambaran situasi dan kondisi wilayah Indonesia sebelum kedatangan agama
Islam antara lain:
1.
Letak geografis
Indonesia terletak diantara 5°54 LU sampai 11°LS dan 95°01 BT
sampai 141°02 BT. Posisi itu menunjukkan bahwa wilayah ini berada di daerah
khatulistiwa. Beriklim tropis dengan curah hujan tinggi. Iklim disertai angin
musim menyebabkan adanya kemarau dan penghujan dengan waktu yang berbeda-beda
pada tiap-tiap wilayah. Keberadaan dua musim ini memberikan pengaruh yang
kompleks pada berbagai aspek kehidupan penduduk. Pertanian, pelayaran dan
perdagangan erat hubungannya dengan musim. Kaitannya dengan perdagangan tidak
dapat dilepaskan dari pelayaran. Sebagai wilayah kepulauan dengan posisi
sebagai penghubung jalur perdagangan daratan Asia terutama antara Cina dan
India menjadikan wilayah ini sebagai wilayah yang strategis dalam jalur
perdagangan antar-bangsa. Hal tersebut berdampak panjang terhadap masa depan
sejarah bangsa Indonesia.
2.
Keyakinan
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Indonesia sudah menganut agama
dan kepercayaan yang berbeda-beda dalam kehidupannya. Agama yang berkembang
saat itu adalah agama yang berpusat pada kepercayaan adanya dewa-dewa. Dalam
melaksanakan pemujaan terhadap dewa-dewa dibuat artefak keagamaan berupa
bangunan atau relik.
Agama Hindu-Budha berkembang pada masa kerajaan Majapahit ditandai
dengan bangunan candi yang tersebar di beberapa wilayah dengan arcaarcanya,
prasasti dan kitab-kitab juga memberikan gambaran yang jelas terhadap potret
keagamaan pada saat itu. Di wilayah yang lain dimana masyarakat tidak tersentuh
agama Hindu-Budha, mereka masih mempertahankan Agama asli yaitu kepercayaan
kepada roh-roh yang mendiami benda-benda seperti pohon, batu, sungai, gunung)
dan dinamisme (kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan
yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam
mempertahankan hidup), dan lain-lain. Kepercayaan ini telah tumbuh dan
berkembang sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia.
3.
Politik dan Pemerintahan
Bukti-bukti tentang politik dan pemerintahan pada masa kerajaan
Majapahit dengan menggunakan data-data yang telah didapatkan dari prasasti maka
dapat dikemukakan bahwa bangsa Indonesia telah mengenal sistem politik dan
pemerintahan jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia. Prasasti dari Kutai yang
selama ini masih menjadi patokan babak dimulainya masa sejarah Indonesia dapat
memberikan gambaran akan adanya sistem pemerintahan masa lalu.
Sedangkan struktur pemerintahan mulai dapat dilacak sejak masa
Sriwijaya. Sejumlah prasasti menyebutkan adanya pelaksanaan dari keputusan raja
dilengkapi dengan perincian saksi dan imbalan-imbalan yang diterimanya. Bukti
sejarah yang tertulis dan cukup memadai di antaranya adalah Nagara Kartagama.
Tulisan ini tidak lagi hanya ditulis berdasarkan pandangan tentang hal-hal yang
bersifat mistis serta mitologis, tetapi juga memuat gambaran nyata tentang
kondisi sosial budaya, politik, ekonomi kerajaan Majapahit. Setidaknya ini
memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang politik dan pemerintahan masa
menjelang berdaulatnya sebuah pemerintahan bercorak Islam.
4.
Perekonomian dan Perindustrian
Kumpulan rumah penduduk yang tersebar di lembah-lembah sungai dan
dataran-dataran pegunungan dengan segala aktivitasnya merupakan pendukung utama
keberlangsungan stabilitas ekonomi pemerintahan. Daerah pedalaman adalah daerah
agraris yang tertutup. Perdagangan, sebagai satu aktivitas ekonomi dilakukan
oleh golongan rakyat yang harus berjalan dengan pedati atau sampan untuk
transportasi dalam negeri.
Pertanian merupakan tulang punggung perekonomian sebagian besar
pemerintahan yang berdaulat di wilayah Nusantara. Hasil pertanian persawahan
menjamin stabilitas dan persediaan makanan secara teratur. Hasil panen berasal
dari masyarakat desa dan dari berbagai wilayah kekuasaan lembaga agama
(mandala), atau tanah milik perseorangan atau kelompok yang dibebaskan dari
pajak (sima). Upeti, pajak, dan kerja wajib diminta dari penduduk untuk
kepentingan pegawai atau rumah tangga raja. Dalam hal perdagangan di Asia
Tenggara. Menurut Van Leur, barang-barang yang diperdagangkan adalah yang
bernilai tinggi seperti logam mulia, perhiasan, pecah belah, kain tenun, juga
bahan - bahan baku untuk keperluan kerajinan. Dari data arkeologis berupa
sebaran temuan keramik di sepanjang pantai utara Jawa, bahkan sampai pedalaman
dan pulau Sumatera dan Sulawesi, hubungan dagang wilayah ini dengan Cina telah
terjalin sejak abad IX-X M. Sepanjang pantai utara Jawa sejak abad IX M
memegang peranan penting khususnya dalam bidang ekonomi.
Para pedagang asing yang datang sampai ke wilayah Majapahit berasal
dari Champa, Khmer, Thailand, Burma, Srilangka, dan India." Mereka
kemudian sebagian bermukim di Jawa dan bahkan ada beberapa diantaranya yang
kemudian ditarik pajak. Sekitar tahun 1249 M telah terdapat dua jalur pelayaran
dari dan ke Cina yaitu jalur pelayaran barat dan jalur pelayaran timur. Jawa
berada dalam jalur pelayaran barat meliputi Vietnam Thailand-Malaysia-SumateraJawaBali-Timor.
Kapal dagang Cina berangkat lewat jalur barat dan kembali ke Cina dengan
menyusuri pantai barat daya Kalimantan.
Kehidupan perekonomian di bidang industri juga berkembang. Industri
di sini meliputi industri rumah tangga, kerajinan, dan industri logam. Ada
istilah undagi yang berkaitan dengan kepandaian, keahlian seseorang yang
memerlukan keahlian khusus, misalnya tukang kayu atau ahli bangunan. Dalam
beberapa prasasti Bali Kuno ditemukan beberapa ketrampilan membuat suatu benda
(alat) dengan istilah undagi seperti undagi lancang (pembuat perahu), undagi
batu (pemahat batu), undagi pengarung (pembuat terowongan), undagi kayu (tukang
kayu), undagi rumah (pembuat rumah). Selain itu ditemukan juga kelompok yang
disebut pande mas (pengrajin emas), pande wesi (pengrajin besi), pande tambra
(pengrajin tembaga), pande kangsa (pengrajin perunggu), pande dadap (pengrajin
tameng atau perisai) dan lain-lain.
5.
Sastra dan kesusastraan
Menurut Poerbatjaraka dan Zoetmulder dimana dia telah berhasil
menelisik sastra Jawa itu jauh ke masa sebelum masuknya Islam ke Indonesia,
pada masa Mataram Hindhu-Buddha. Kitab Mahabharata dan Ramayana sangat mungkin
telah digubah ke dalam bahasa Jawa-Kuna pada permulaan abad X. Berinduk ke
kedua kitab itu maka banyak ditemukan gubahan-gubahan cerita yang sangat
mungkin diambil sebagian atau utuh (sargga dan parwwa) menjadi bentuk kakawin
atau naskah-naskah yang lain. Bahkan seringkali naskah-naskah tersebut
disesuaikan dengan kemuliaan yang ingin didapatkan oleh raja yang berkuasa
ketika naskah itu digubah. Tiap - tiap daerah ditemukan deretan naskah-naskah
yang sangat penting sebagai sumber sejarah. Ada Carita Parahyangan, Pararaton,
Sutasoma, Nagara-kartagama, Arjunawiwaha, dan masih banyak naskah dan kitab yang
lain. Kehidupan kesusastraan ketika itu tentunya juga tidak terlepas dari para
pujangga sebagai penggubah dan pencipta karya sastra. Kaitannya dengan hal ini
peran para brahmana dan pemuka agama sangat penting. Selain itu juga telah
ditemukan adanya jabatan-jabatan yang menunjukkan adanya indikasi sebagai
penulis seperti cerita sang citralekha.
I like this, sir. Your blog make me know 'bout many things.
ReplyDeleteThat's very Helped us for learn SKI Together thanks a Lot
ReplyDelete